Jumat, 28 September 2012

RAGAM HIAS ORNAMEN NUSANTARA


ORNAMEN NUSANTARA
Ornamen Nusantara menunjuk pada bermacam bentuk ornamen yang tersebar di berbagai wilayah tanah air, pada umumnya bersifat tradisional yang pada setiap daerah, memiliki kekhasan dan keragamannya masing-masing. Di samping perbedaan-perbedaan bentuk terdapat pula persamaan-persamaannya, misal jenis motif ornamen, pola susunan, pewarnaan, bahkan nilai simbolisnya. Perkembangan ornamen Nusantara ini selaras dengan kemajuan dan pertumbuhan kebudayaan Indonesia yang melatarbelakangi.
Motif merupakan unsur pokok sebuah ornamen. Melalui motif, tema atau ide dasar sebuah ornamen dapat dikenali sebab perwujudan motif umumnya merupakan gubahan atas bentuk-bentuk di alam atau sebagai representasi alam yang kasat mata. Ada pula yang merupakan hasil khayalan semata, karena itu bersifat imajinatif, bahkan karena tidak dapat dikenali kembali, gubahan-gubahan suatu motif kemudian disebut bentuk abstrak. Jenis-jenis ornamen Nusantara berdasarkan motif hiasnya dapat dikelompokkan menjadi motif geometris, motif manusia, motif binatang, motif tumbuh-tumbuhan, motif benda-benda alam, motif benda-benda teknologis dan kaligrafi. Dari segi perkembangan historis terdapat ornamen prasejarah, tradisional klasik atau kerakyatan pengaruh Hindu-Budha, Islam, Kolonial dan lain-lain. Dari segi kekhususan motif hias atau langgam yang berlatar belakang kedaerahan atau kesukuan ada motif Jawa, Bali, Kalimantan dan lain-lain. Dari segi gaya bentuknya ada motif bergaya realis, dekoratif dan abstrak.
Motif geometris merupakan motif tertua dalam ornamen karena sudah dikenal sejak jaman prasejarah. Motif geometris berkembang dari bentuk titik, garis, atau bidang yang berulang dari yang sederhana sampai dengan pola yang rumit. Hampir di seluruh wilayah nusantara ditemukan motif ini. Bentuk ornamen geometris antara lain meander, pilin, lereng, banji, kawung, jlamprang dan tumpal
Motif hias manusia sudah ada sejak kebudayaan prasejarah, antara lain yang terdapat pada sebuah nekara. Motif ini pada umumnya melambangkan gambaran nenek moyang terkait dengan pemujaan leluhur dan simbol gaib untuk penolak bala. Motif ini dapat ditemui hampir di seluruh Nusantara diterapkan pada kayu, logam, tulang, kain dan lain-lain. Jenisnya ada motif sosok utuh, motik kedok dan kala, motif mamuli dan bagian tubuh lainnya, dan motif wayang.
Motif binatang banyak diterapkan untuk menghias benda-benda peralatan yang terbuat dari kayu, perunggu, emas, perak, benda ukir, bangunan, tekstil atau busana pada batik, sulaman dan tenun. Motif binatang ini dengan berbagai jenis dan ragamnya dari bianatang yang hidup di darat, air, binatang yang dapat terbang sampai binatang imajinatif atau hasil rekaan semata. Pada umumnya merupakan biantang yang hidup di daerah masing-masing, kecuali binatang imajinatif yang terkait dengan kepercayaan, binatang mitologi pengaruh dari luar dan bentuk khayal lainnya. Motif binatang yang bisa terbang misal burung merak, enggang, garuda, phonix, ayam jantan/jago, kelelawar.Motif binatang air dan melata misal ikan dan ular, udang, naga, buaya, biawak dan kadal, siput, lipan dan kalajengking. Motif binatang darat antara lain kerbau, kuda, gajah, kelinci, anjing, singa, harimau.
Motif tumbuh-tumbuhan atau flora pada zaman prasejarah belum berkembang. Motif tumbuh-tumbuhan berkembang setelah datang pengaruh Islam sekitar abad ke -15. Sebaliknya motif manusia atau binatang mulai surut. Motif flora berpadu dengan motif benda-benda alam misal bebatuan, bukit/gunung dan awan. Motif hias tumbuh-tumbuhan diterapkan secara luas sebagai ornamen yang dipahatkan pada batu untuk hiasan candi, benda-benda produk misal tanah liat/keramik, kain bersulam, bordir, tenun, batik, emas, perak, kuningan dan lain-lain. Motif hias tumbuh-tumbuhan misal motif hias bunga, patra, lung dan sulur, serta motif hias pohon hayat.
Motif hias benda alam dan pemandangan diciptakan dengan mengambil inspirasi dari alam, misalnya benda-benda langit (matahari, bulan, bintang dan awan), api, air, gunung, perbukitan, bebatuan dan lain-lain.
Benda-benda teknologis yakni benda-benda buatan manusia juga tidak luput menjadi motif hias yang menarik. Pada umumnya motif ini tidak mempunyai arti tertentu, kecuali merupakan bagian dari informasi atau narasi yang akan disampaikan berkenaan dengan penggunaan atau peralatan yang dimaksud atau pembuatan benda tersebut. Kaligrafi merupakan tulisan indah atau seni tulis-menulis dan tidak hanya terbatas pada huruf Arab, walau pun yang berkembang pesat adalah kaligrafi huruf Arab. Motif hias abstrak menunjuk pada motif yang tidak dikenali kembali obyek asal yang digambarkan atau memang benar-benar abstrak karena tidak menggambarkan obyek-obyek yang terdapat di alam maupun obyek khayalan gubahan obyek alam serta tidak menggunakan unsur tulisan yang terbaca. Motif hias abstrak di sini menggunakan bentuk yang lebih bebas, bukan geometris. Sekalipun tidak banyak jumlahnya motif ini dapat ditemui pada batik, tenun, maupun ukir-ukiran.

10 MOTIF RAGAM HIAS ORNAMEN NUSANTARA
Motif Mataram

Motif Bali

Motif Cirebon

Motif Jepara

Motif Jogjakarta

Motif Madura

Motif Pejajaran

Motif Pekalongan

Motif Surakarta

Motif Majapahit













Selasa, 14 Agustus 2012

Paper Kritik Seni


Tugas Paper
Mata Kuliah Kritik Seni
Judul
Pentingnya Memahami Kritik Seni







Oleh :
Bayu Wiyanta N. P
09206241002 ( A )



Jurusan Pendidikan Seni Rupa
Fakultas Bahasa Dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta
2012






BAB I
PENDAHULUAN
LATAR  BELAKANG
1.1  Latar belakang ilmu kritik
Mengkritik dan di kritik. Dua komponen yang ada ikatan bathin yang begitu kuat. Keduanya, sama-sama saling merindukan. Subyek kritik membutuhkan obyek sebagai tumpuan kritis, sementara obyek kritik memerlukan reaksi kritis sebagai sarana pengembangan kualifikasi.
Terjadinya kritik disebabkan adanya ketidak sesuaian, penyimpangan ataupun lepasnya batas-batas normatif dalam pandangan obyektif pelaku kritik. Tentu pandangan masing-masing pelaku kritik didasari dari latar belakang ilmu pengetahuan dan pengalamannya secara menyeluruh.
Artinya kritik pun bisa bermakna subyektif bisa pula bermakna obyektif. namun nilai kritik akan sangat bisa di terima, tentunya, jika sudah melalui seleksi mayoritas atas pandangan yang obyektif.
Situasi kondisi dalam hal ini. Sangat mudah kita saksikan. Baik itu di wilayah public, maupun dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil. Misalnya lingkungan sekitar. Atau bisa juga dalam sebuah komunitas tertentu. Prilaku kritik mengkritik sangat mudah di jumpai dimana saja. dalam konteks sesuai dengan wilayah masing-masing.
Mengkritik sebaiknya di barengi dengan semangat untuk membenahi. Semangat untuk menciptakan kondisi yang lebih baik daripada sebelumnya. bukan sebaliknya. Jadi jikapun terjadi sebaliknya, berarti ada yang konslet dari proses kritik mengkritik itu. Dan disitulah yang musti dibenahi.
Dalam kehidupan sosial secara umum, kritik mengkritik kerap terjadi. saya yakin dengan menjaga prinsip-prinsip saling menghormati, realistis dan menggunakan teknik komunikasi yang cerdas, maka kritik akan menjadi perbuatan yang menyenangkan.

1.2 Kritik dan Seni
Kritik dan seni merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan, dimana ada seni khususnya seni rupa, disitu pula pasti ada kritik yang mengekor seni tersebut. Hal itu bukan lagi menjadi sebuah fenomena atau kejadian yang tidak disengaja, namun ibaratnya sudah menjadi sebuah keharusan agar seni itu lebih memiliki arti dan makna, tidak hanya sekedar karya seni yang dipajang atau dinikmati keindahanya, namun karya seni juga bisa untuk dipelajari secara  menyeluruh  apa isi dan makna serta kelebihan dan kekurangan  dari karya seni tersebut melalui sebuah kritik.

BAB II
ISI
A.    Kritik
Istilah kritik atau critism (Inggris) berasal dari bahasa Yunani yakni kritikos yang berhubungan dengan krinein yang berarti memisahkan, mengamati, membandingkan dan menimbang. Di Yunani ada kata krites yang maksudnya hakim, dengan kata kerja krinein berarti juga menghakimi. Kritikos berarti juga hakim kesusasteraan. Istilah ini ada semenjak abad ke IV sebelum kelahiran kristus. Menurut sejarahnya, seorang bernama Pilatus dari pulau Kos yang pada tahun 305 Sebelum Masehi didatangkan ke Alexandria untuk menjadi guru raja Ptolomeus II dan dianugerahi julukan penyair dan kritikos sekaligus (Hardjana, 1981).
Pada  abad pertengahan di Eropa, istilah kritik hanya muncul dalam bidang kedokteran dengan pengertian yang menyatakan suatu keadaan penyakit yang kritis atau sangat membahayakan jiwa penderitanya. Selanjutnya pada masa Renaissans arti kata tersebut kembali kepada pengertian lama dan seorang yang bernama Poliziano pada tahun 1492 mempergunakan istilah-istilah tersebut untuk membedakannya dengan filsuf. Pada waktu itu, istilah critikus dan gramaticus dipergunakan untuk menunjuk orang-orang yang menekuni pustaka sastra lama. Sementara itu seorang pujangga bernama Erasmus mempergunakan istilah art critic untuk Al-Kitab sebagai alat atau sarana dalam pelayanan hidup. Beberapa waktu kemudian di kalangan penganut Humanisme berlaku pengertian yang terbatas pada penyuntingan dan pembetulan teks-teks kuno. Pergeseran arti kritik sehingga mencakup pembetulan edisi, pernyataan pengarang, sensor dan penghakiman berlaku pada sekitar tahun 1600. (Wellek, 1971).
Pada perkembangan yang lebih kemudian kritik berarti orang yang melakukan kritik dan juga kegiatan kritiknya. Sementara itu, di Perancis dan Amerika Serikat pada awal abad XIX berlaku kedua pengertian itu secara luas. Istilah critique menunjuk pembicaraan tentang seniman tertentu, sedangkan criticism menunjuk teorinya.
Dalam bahasa Inggris, istilah Critic diperuntukkan kepada orangnya, yang bahasa Belandanya Criticus. Arti Criticm (Inggris), kunst critiek. Menurut Poerwadarminta, kritik berarti kemelut; keadaan genting. Kritik berarti kecaman, celaan, gugatan. Sedangkan menurut Seodjipto (1991), arti kata kritik adalah suatu cara atau metoda untuk membahas, menimbang, mengamati, membandingkan, memilah-milah (menyeleksi), mengulas, mengurai, menafsir, meninjau, komentar, menelaah, menilai, mengevaluasi dan mengkaji.
Lebih lanjut W.H. Hudson mengatakan bahwa istilah kritik dalam arti yang tajam adalah penghakiman (judgesment). Kritikus pertama kali dipandang sebagai seorang ahli yang memiliki kepandaian khusus dan mengalami pendidikan untuk menelaah suatu karya. Memeriksa kebaikan dan cacat, lalu mengatakan pendapat itu. Selanjutnya Hudson mengatakan adanya kritikan yang mengutamakan memuji dan mencari kebaikan dan ada yang mengutamakan mencari cacat melulu.
Menurut Gayley dan Scoot dalam Liaw Yock Fang (1970), kritik adalah: mencari kesalahan (faul-finding), memuji (to praise), menilai (to judge), membandingkan (to compare), dan menikmati (to appreciate).
Di Indonesia, kritik digunakan pula dengan istilah lain, seperti ulasan, wawasan, sorotan, dsb. Dalam kamus Poerwadarminta, kritik berarti kemelut, keadaan genting. Kritikus adalah ahli menimbang baik buruknya kesenian.
Sudarmadji menulis dalam diktatnya, kritik adalah komentar. Biasanya normatif terhadap suatu prestasi dengan tujuna apresiatif, sebagian ahli dalam memberikan pengertian, bahwa istilah kritik ada kecenderungan penunjukkan hal yang negatif terhadap karya seni.
B.      Penggolongan Kritik Seni
Pada garis besarnya kritik seni di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga :
  • Golongan yang cenderung memberikan penilaian mengungkapkan hal yang negatif saja. Segi negatif inilah yang dipersoalkan untuk dibahas dan dipecahkan.
  • Golongan yang cenderung mempersoalkan hal-hal yang baik saja.
  • Golongan yang memberikan penilaian dari dua sudut. Dari segi negatif dan positifnya.
Dari ketiga golongan diatas, kita cenderung pada golongan yang ketiga, sebab golongan ini memberikan dua segi. Tidak segi negatifnya saja atau segi positifnya saja. Penilaiannya dapat dijadikan bahan pemikiran.

C.      Fungsi Kritik Seni

Dilihat dari segi fungsinya, kritikus dapat berfungsi tiga, yaitu:
  1. Kritikus menjadi jembatan komunikasi antara seniman yang selalu dituntut kreativitasnya dan pengamat yang sering mengalami hambatan dalam mengapresiasi kebaruan dan keorisinalan karya seniman sehingga si pengamat mendapat pertolongan dalam mengamati suatu hasil karya seni.
  2. Kritikus menjadi alat ukur prestasi seniman. Kritikus sebagai pengamat seni yang jeli, kritikus dengan cara yang lebih obyektif memberi tanggapan positif atau pun negatif suatu karya seni, sebab setiap orang tidak akan terhindar dari subyektivitasnya jika ia harus menilai hasil karyanya sendiri.
  3. Sebagai kritikus, ia adalah pengapresiasi yang berkadar kemampuan lebih tinggi dari kebanyakan pengamat lainnya.
Menurut Sudarmaji (1970) melihat kritik memiliki dua fungsi, yakni:
  1. Sebagai pemberitahuan bahwa ada penyuguhan hasil seni. Sebagai fungsi tak langsung, dan
  2. Pembicaraan sesuatu gejala, memberikan pengantar, lalu menilai baik buruknya suatu prestasi, serta memberikan apresiasi.
Flaccus (1981) memandang kritik sebagai suatu studi rinci dan apresiatif dengan analisis cendekia   atas suatu karya disertai tafsir dengan alasan-alasannya. Sebagai aktivitas evaluasi, kritik seni harus sampai pada pernyataan tentang nilai baik dan buruk, atau bahkan sampai pada peletakan posisinya dibanding dengan karya yang sejenis.
Agak beda dengan pendapat di atas, Jhon Dewey (1934) memandang bahwa kritik seni tidak usah sampai pada keputusan nilai, karena dengan deskripsi yang lengkap dengan pembahasannya, dipandang sudah mencukupi bagi penangkapan makna estetik suatu karya.
Pada dasarnya para pakar kritik tidak keberatan bila kritik dinyatakan sebagai aktivitas analisis kajian secara rinci, untuk memahami kekuatan dan kelemahan suatu karya, dan penarikan tafsir makna bagi pengembangan penghayatan.
Kritik berperan sebagai aktivitas penerjemahan karya untuk peningkatan apresiasi. Dalam konteks ini kritik berperan sebagai jembatan yang menghubungkan antara seniman, karya seni dan penghayat seni. Dengan kritik, penghayat menjadi lebih mendapatkan tuntunan atau pedoman bagi pemahaman karya seni yang secara langsung dapat mengembangkan sensitivitas estetiknya.
Telah disebutkan bahwa kritik bisa juga mengangkat karya seniman yang belum dikenal muncul ke permukaan masyarakat umum. Kritikus dengan ketajaman visi dan imajinasinya mampu melihat nilai yang belum banyak diungkap dan dimunculkan, kemudian mengangkatnya dengan ulasan kritiknya. Bukan hanya seniman saja, tetapi jenis seni tertentupun bisa diungkap dan dimunculkan untuk mendapatkan perhatian masyarakat umum dan membuka kesadaran baru.
D.     Peranan Kritik Seni
Guna meningkatkan mutu karya seni bagi perkembangan kesenian, peranan kritik seni adalah :
  • Pemberitahuan akan adanya suatu penyuguhan karya seni. Hal ini penting karena tidak semua orang begitu saja tahu, bahwa ada pergelaran karya seni (fungsi kurang langsung)
  • Membahas karya yang dipergelarkan untuk disampaikan pada masyarakat, sebagi apresiasi dan mempopulerkan karya seni seorang seniman. Dengan dasar-dasar ini masyarakat akan segera mengetahui misalnya apa yang menimbulkan ide, alasannya apa, dsb.
  • Guna pemikiran seniman yang berkarya dalam hal ini seniman mengetahui sampai dimana hasil karyanya bisa ditangkap orang lain. Karena itulah seniman tidak boleh menutup diri dari kritik seni. Dia harus bersikap terbuka dan menerima kritik walaupun kritik itu pedas sekalipun. Dengan begitu ia dapat mengerti kekurangannya, maupun hal-hal yang perlu dipertahankan. Namun seniman dapat membela diri apabila ia dapa menunjukkan kekeliruan pendapat kritikus.
  • Untuk membangkitkan prestasi seniman agar menciptakan karya yang lebih bermutu.
  • Memperkembangkan dan mempertinggi nilai membanding dari masyarakat terhadap seni (dalam hal ini tentunya melatih sensitifitas masyarakat).
Dari peranan kritik seni kritikus mempunyai peran yang besar dalam pengembangan kesenian. Dalam hal ini karya seni untuk menilai kegunaan, keartistikan dan keindahan karya seni, serta norma-norma yang digunakan seniman dalam usaha untuk mencapai nilai.
Untuk dapat menjadi penghubung antara seniman dan masyarakat, seorang kritikus perlu mengetahui ilmu jiwa pribadi dan ilmu jiwa masa, sehingga dapat menerka hasrat seniman dan pendapat selera masyarakat.
Agar dapat mengarahkan usaha pernyataan seni dari seniman, seorang kritikus perlu mempunyai daya apresiasi, menguasai kriteria evaluasi, mengetahui nilai-nilai artistik dan mengenal norma-norma estetika.
Selanjutnya untuk dapat mengambil keputusan dalam pertimbangan penilaian harus mempunyai pengetahuan yang luas tentang sejarah kesenian/proses seni, sikap dan jiwa terbuka, daya reaksi yang terlatih, gaya bahasa yang baik, dan kepribadian yang baik. Ini semua merupakan syarat sebagai kualitas seorang kritikus seni.
Dengan kepekaan akan pengertian sifat-sifat manusia, dengan memakai bahasa yang jelas dan berdasarkan kebenaran yang nyata, seorang kritikus haruslah mampu menjelaskan, mengurai semua persoalan yang ada kaitannya dengan karya seni, sehingga perkembangan kesenian dapat selaras dengan prinsip-prinsip dan norma-norma artistik / estetik yang bersifat universal.
Sebagai kritikus (seorang) Indonesia, ia wajib mengaitkan kritiknya dengan falsafah Negara (Pandangan Hidup Bangsa).


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Apa yang bisa dibaca dari bentuk kreatif seni semacam itu dalam kaitannya dengan kehadiran kritik seni rupa? Saya kira, ketika cara pandang berkesenian mulai bergeser tidak lagi menganggap proses kreatif sebagai sesuatu yang “adiluhung”, yang given karena “menunggu ilham jatuh dari langit”, “meniru alam”, dan semacamnya, melainkan telah menjadi sistem representasi intelektualitas, sistem penanda habitus, respons kreatif sebagai homo socius (makhluk sosial), dan sebagainya, maka kritik seni juga harus berubah untuk mereposisi keberadaan dirinya. Dengan demikian, tanggung jawab terbesar dari sebuah kritik, saya kira, adalah tetap memberi nilai, dan dalam konteks perubahan seperti ini, haruslah berkewajiban menggeser dan memberi sistem nilai baru untuk menyepadankan dengan progresivitas kreatif seniman/kreator. Toh dalam konteks tertentu, kritikus adalah juga kreator, bukan sekadar menjadi “sang penyaksi” yang bertanggung jawab memberi pengayaan sistem nilai terhadap apresian/pembaca kritik.
Maka ketika membaca kritik seni rupa sekadar berangkat dari baik-buruk, atau menyoal persoalan fisikalitas karya yang dipamerkan di ruang pajang saja, kritik seni menjadi mandul dan relatif gagal memberikan efek re-kreasi (mengkreasi kembali) bagi para apresiannya. Karena sebenarnya hakikat kritik seni bukanlah sekadar memberi informasi, namun juga memprovokasi demi menciptakan nilai-nilai bagi apresian.



Daftar Pustaka
Bangun, C.S. (2001). Kritik Seni Rupa. Bandung: Penerbit ITB.
Gayley,Scoot. (1970). Liaw Yock Fang
McFee, J.K. (1969). Preparation for Art. Belmont California: Wardswortth Publishing Co. Inc.
Lee, B. Y. (tt). Practical aplied Art: Beyond appreciation.(Online). Tersedia: http://www.hanyang.ac,kr/week/2003200303/e1_top.html.
Suroto, P. Dkk. (2005). “Pendidikan Seni Arternatif”. Majalah Gong No. 70/VII/2005: 10).
Marianto, M.D. (2002). Seni Kritik Seni. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia.
http://www.wikipediaindonesia.co.id

Senin, 13 Agustus 2012

RPP NIRMANA KELAS X SMK Bidang


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pengajaran

Nama Sekolah                             : SMK N 1 KALASAN
Mata Pelajaran                            : Dasar Kompetensi Kejuruan
Kelas / Semester                          : X KAYU A / 1
Pertemuan Ke                             : 1
Alokasi Waktu                             : 4 x 30Menit
Standar Kompetensi                   : Menggambar Nirmana
Kompetensi Dasar                       : Menyusun Elemen Seni Rupa ( Bidang )

Indikator Pencapaian Kompetensi :
  1. Mengidentifikasi pengertian bidang
  2. Mengidentifikasi macam-macam bidang
3.      Mampu mengekplorasi kretifitas diri melalui menggambar komposisi bidang
A.   Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu :
  1. Menjelaskan dan mengidentifikasi pengertian bidang
  2. Menjelaskan dan mengidentifikasi macam-macam bidang
4.      Mampu mengekplorasi kreatifitas diri melalui komposisi bidang
B.  Materi ajar
a.      Bidang
1.      Pengertian Bidang
Bidang dalam seni rupa merupakan salah satu unsur seni rupa yang terbentuk dari hubungan beberapa garis. Bidang dibatasi kontur dan merupakan 2 dimensi, menyatakan permukaan, dan memiliki ukuran Bidang dasar dalam seni rupa antara lain, bidang segitiga, segiempat, trapesium, lingkaran, oval, dan segi banyak lainnya
Bidang adalah suatu bentuk yang memiliki dimensi panjang dan lebar serta menutupi area.(Sumber Buku: Nirmana”Dasar-dasar seni dan Desain”)
2.      Macam-macam bidang
Bidang dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu:
a.    Bidang geometris
Bentuk geometris merupakan bentuk yang terdapat pada ilmu ukur meliputi:
1.    Bidang kubistis, contohnya segitiga, kubus dan balok.
2.    Bidang silindris, contohnya tabung, kerucut, dan bola.
b.    Bidang nongeometris
Bentuk nongeometris berupa bentuk yang meniru bentuk alam, misalnya manusia, tumbuhan, dan hewan.
3.      Membuat komposisi bidang
Komposisi bentuk geometri

Komposisi bentuk nongeometri

C.  Metode Pembelajaran:
Informasi, Demonstrasi, Tanya jawab, Praktek
D.  Kegiatan Pembelajaran:
Pertemuan
Kegiatan Pembelajaran
Estimasi Waktu
Metode
Media
Sumber Bahan
Pendahuluan

a)       Membuka pelajaran, Salam dan berdoa
b)       Melakukan presensi kehadiran siswa
c)       Menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa
d)       Apersepsi :  
-          Menanyakan hal  yang di ketahui tentang Bidang

alokasi waktu
10
Menit
a)       Ceramah



Penyajian (inti)

a)       Eksplorasi
Siswa mencermati, mengingat, dan menyebutkan hal yang terjadi pada lingkungan sekitar yang ada hubungannya dengan materi  komposisi bidang

a.       Elaborasi
-          Guru menjelaskan pengertian dan macam-macam bidang
-          Memberikan contoh gambar bidang geometris dan nongeometris
-          Memberikan contoh komposisi bidang geometris dan nongeometris
-          Pemberian tugas

b.       Konfirmasi
-          Guru memberi solusi terhadap konsep/pemahaman yang salah yang diperoleh dari siswa ,  dan menyelesaikan perbedaan konsep antar siswa.
-          Guru meberikan acuan dari berbagai sumber, agar siswa dapat mengecek  hasil eksplorasi dan elaoborasi.

alokasi waktu 100
menit
a)       Diskusi
b)       Ceramah
c)       Tanya jawab
Buku pegangan
Kriya_KeramikWahyu Gatot Budiyanto dkk Jilid 1
2008

Buku: Nirmana”Dasar-dasar seni dan Desain” Drs. Sadjiman Ebdi Sanyoto
Penutup
a)       Kesimpulan tentang materi yang sudah dijelaskan dalam pembelajaran.
b)       Guru menyampaikan komptensi  yang akan dipelajarai pada pertemuan selanjutnya
c)       Guru memberikan tugas rumah membuat komposisi titik dan garis
d)       Salam penutup

alokasi 10
menit
a)       Ceramah


E. Penugasan
Pertemuan ke-1
Tugas Praktek:
1.      Membuat  komposisi bidang geometris
2.       Membuat  komposisi bidang nongeometris
Alat dan bahan :
a.       Pensil 2B
b.      Bolpoin dan spidol
c.       Penghapus
d.      Penggaris
e.       Kertas A4
F.   Penilaian
a. Penilaian Afektif
a.             Sikap siswa dalam mengikuti KBM
b.             Keaktifan siswa dalam kegiatan KBM
b. Penilaian Kognitif
a.Kemampuan siswa menjawab pertanyaan yang diberikan pada saat sesi tanya jawab
         c. Penilaian Psikomotorik
a.              Penilaian gambar
                     (Instrumen Penilaian Terlampir)
G. Penilaian individu
NO
                      Aspek
                     Nilai
1
             Komposisi dan proporsi

2
                       Kreatifitas

3
             Finising dan Kerapian

4
                   Penilaian Sikap


                          Jumlah


Jumlah skor
    X 100 = nilai
Total skor

Tabel skor
No
Jumlah skor
Nilai
keterangan
1.
20 -25
81 -100
Sangat baik
2.
16 – 20
61 – 80
Baik
3.
11 – 15
41 – 60
Cukup
4.
6 -10
21 -40
Kurang
5.
0 – 5
0 - 20
Sangat kurang

Pedoman penilaian

No


Standar Nilai


Nilai
11
101
1


8,6-10


86-100

A
2


8,0-8,5


80-85

A-
3


7,5-7,9


75-89

B+
4



7,1-7,4


71-74

B
5


6,6-6,5


66-65

B-
6


6,1-6,5


61-65

C+
7


5,6-6,0


56-60

C
8


0,0-5,5


0-55

D

H. Sumber Belajar :
o   Buku Kriya Keramik (Mengenai Nirmana) SMK Jilid I Tahun 2008
o   Buku Seni Budaya SMK Jilid 1 Kelas X
               Kalasan, 30 Juli 2012
Mengetahui                                                                            
Guru Pembimbing                                                                                          Mahasiswa PPL                      

Winarno S.pd                                                                                              Bayu Wiyanta N. P
NIP.                                                                                                            NIM.09206241002


NB: Ini hanya sekedar contoh..kalo ada kekuragan ya mohon di maafkan...karena saya juga masih belajar...