Selasa, 14 Agustus 2012

Paper Kritik Seni


Tugas Paper
Mata Kuliah Kritik Seni
Judul
Pentingnya Memahami Kritik Seni







Oleh :
Bayu Wiyanta N. P
09206241002 ( A )



Jurusan Pendidikan Seni Rupa
Fakultas Bahasa Dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta
2012






BAB I
PENDAHULUAN
LATAR  BELAKANG
1.1  Latar belakang ilmu kritik
Mengkritik dan di kritik. Dua komponen yang ada ikatan bathin yang begitu kuat. Keduanya, sama-sama saling merindukan. Subyek kritik membutuhkan obyek sebagai tumpuan kritis, sementara obyek kritik memerlukan reaksi kritis sebagai sarana pengembangan kualifikasi.
Terjadinya kritik disebabkan adanya ketidak sesuaian, penyimpangan ataupun lepasnya batas-batas normatif dalam pandangan obyektif pelaku kritik. Tentu pandangan masing-masing pelaku kritik didasari dari latar belakang ilmu pengetahuan dan pengalamannya secara menyeluruh.
Artinya kritik pun bisa bermakna subyektif bisa pula bermakna obyektif. namun nilai kritik akan sangat bisa di terima, tentunya, jika sudah melalui seleksi mayoritas atas pandangan yang obyektif.
Situasi kondisi dalam hal ini. Sangat mudah kita saksikan. Baik itu di wilayah public, maupun dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil. Misalnya lingkungan sekitar. Atau bisa juga dalam sebuah komunitas tertentu. Prilaku kritik mengkritik sangat mudah di jumpai dimana saja. dalam konteks sesuai dengan wilayah masing-masing.
Mengkritik sebaiknya di barengi dengan semangat untuk membenahi. Semangat untuk menciptakan kondisi yang lebih baik daripada sebelumnya. bukan sebaliknya. Jadi jikapun terjadi sebaliknya, berarti ada yang konslet dari proses kritik mengkritik itu. Dan disitulah yang musti dibenahi.
Dalam kehidupan sosial secara umum, kritik mengkritik kerap terjadi. saya yakin dengan menjaga prinsip-prinsip saling menghormati, realistis dan menggunakan teknik komunikasi yang cerdas, maka kritik akan menjadi perbuatan yang menyenangkan.

1.2 Kritik dan Seni
Kritik dan seni merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan, dimana ada seni khususnya seni rupa, disitu pula pasti ada kritik yang mengekor seni tersebut. Hal itu bukan lagi menjadi sebuah fenomena atau kejadian yang tidak disengaja, namun ibaratnya sudah menjadi sebuah keharusan agar seni itu lebih memiliki arti dan makna, tidak hanya sekedar karya seni yang dipajang atau dinikmati keindahanya, namun karya seni juga bisa untuk dipelajari secara  menyeluruh  apa isi dan makna serta kelebihan dan kekurangan  dari karya seni tersebut melalui sebuah kritik.

BAB II
ISI
A.    Kritik
Istilah kritik atau critism (Inggris) berasal dari bahasa Yunani yakni kritikos yang berhubungan dengan krinein yang berarti memisahkan, mengamati, membandingkan dan menimbang. Di Yunani ada kata krites yang maksudnya hakim, dengan kata kerja krinein berarti juga menghakimi. Kritikos berarti juga hakim kesusasteraan. Istilah ini ada semenjak abad ke IV sebelum kelahiran kristus. Menurut sejarahnya, seorang bernama Pilatus dari pulau Kos yang pada tahun 305 Sebelum Masehi didatangkan ke Alexandria untuk menjadi guru raja Ptolomeus II dan dianugerahi julukan penyair dan kritikos sekaligus (Hardjana, 1981).
Pada  abad pertengahan di Eropa, istilah kritik hanya muncul dalam bidang kedokteran dengan pengertian yang menyatakan suatu keadaan penyakit yang kritis atau sangat membahayakan jiwa penderitanya. Selanjutnya pada masa Renaissans arti kata tersebut kembali kepada pengertian lama dan seorang yang bernama Poliziano pada tahun 1492 mempergunakan istilah-istilah tersebut untuk membedakannya dengan filsuf. Pada waktu itu, istilah critikus dan gramaticus dipergunakan untuk menunjuk orang-orang yang menekuni pustaka sastra lama. Sementara itu seorang pujangga bernama Erasmus mempergunakan istilah art critic untuk Al-Kitab sebagai alat atau sarana dalam pelayanan hidup. Beberapa waktu kemudian di kalangan penganut Humanisme berlaku pengertian yang terbatas pada penyuntingan dan pembetulan teks-teks kuno. Pergeseran arti kritik sehingga mencakup pembetulan edisi, pernyataan pengarang, sensor dan penghakiman berlaku pada sekitar tahun 1600. (Wellek, 1971).
Pada perkembangan yang lebih kemudian kritik berarti orang yang melakukan kritik dan juga kegiatan kritiknya. Sementara itu, di Perancis dan Amerika Serikat pada awal abad XIX berlaku kedua pengertian itu secara luas. Istilah critique menunjuk pembicaraan tentang seniman tertentu, sedangkan criticism menunjuk teorinya.
Dalam bahasa Inggris, istilah Critic diperuntukkan kepada orangnya, yang bahasa Belandanya Criticus. Arti Criticm (Inggris), kunst critiek. Menurut Poerwadarminta, kritik berarti kemelut; keadaan genting. Kritik berarti kecaman, celaan, gugatan. Sedangkan menurut Seodjipto (1991), arti kata kritik adalah suatu cara atau metoda untuk membahas, menimbang, mengamati, membandingkan, memilah-milah (menyeleksi), mengulas, mengurai, menafsir, meninjau, komentar, menelaah, menilai, mengevaluasi dan mengkaji.
Lebih lanjut W.H. Hudson mengatakan bahwa istilah kritik dalam arti yang tajam adalah penghakiman (judgesment). Kritikus pertama kali dipandang sebagai seorang ahli yang memiliki kepandaian khusus dan mengalami pendidikan untuk menelaah suatu karya. Memeriksa kebaikan dan cacat, lalu mengatakan pendapat itu. Selanjutnya Hudson mengatakan adanya kritikan yang mengutamakan memuji dan mencari kebaikan dan ada yang mengutamakan mencari cacat melulu.
Menurut Gayley dan Scoot dalam Liaw Yock Fang (1970), kritik adalah: mencari kesalahan (faul-finding), memuji (to praise), menilai (to judge), membandingkan (to compare), dan menikmati (to appreciate).
Di Indonesia, kritik digunakan pula dengan istilah lain, seperti ulasan, wawasan, sorotan, dsb. Dalam kamus Poerwadarminta, kritik berarti kemelut, keadaan genting. Kritikus adalah ahli menimbang baik buruknya kesenian.
Sudarmadji menulis dalam diktatnya, kritik adalah komentar. Biasanya normatif terhadap suatu prestasi dengan tujuna apresiatif, sebagian ahli dalam memberikan pengertian, bahwa istilah kritik ada kecenderungan penunjukkan hal yang negatif terhadap karya seni.
B.      Penggolongan Kritik Seni
Pada garis besarnya kritik seni di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga :
  • Golongan yang cenderung memberikan penilaian mengungkapkan hal yang negatif saja. Segi negatif inilah yang dipersoalkan untuk dibahas dan dipecahkan.
  • Golongan yang cenderung mempersoalkan hal-hal yang baik saja.
  • Golongan yang memberikan penilaian dari dua sudut. Dari segi negatif dan positifnya.
Dari ketiga golongan diatas, kita cenderung pada golongan yang ketiga, sebab golongan ini memberikan dua segi. Tidak segi negatifnya saja atau segi positifnya saja. Penilaiannya dapat dijadikan bahan pemikiran.

C.      Fungsi Kritik Seni

Dilihat dari segi fungsinya, kritikus dapat berfungsi tiga, yaitu:
  1. Kritikus menjadi jembatan komunikasi antara seniman yang selalu dituntut kreativitasnya dan pengamat yang sering mengalami hambatan dalam mengapresiasi kebaruan dan keorisinalan karya seniman sehingga si pengamat mendapat pertolongan dalam mengamati suatu hasil karya seni.
  2. Kritikus menjadi alat ukur prestasi seniman. Kritikus sebagai pengamat seni yang jeli, kritikus dengan cara yang lebih obyektif memberi tanggapan positif atau pun negatif suatu karya seni, sebab setiap orang tidak akan terhindar dari subyektivitasnya jika ia harus menilai hasil karyanya sendiri.
  3. Sebagai kritikus, ia adalah pengapresiasi yang berkadar kemampuan lebih tinggi dari kebanyakan pengamat lainnya.
Menurut Sudarmaji (1970) melihat kritik memiliki dua fungsi, yakni:
  1. Sebagai pemberitahuan bahwa ada penyuguhan hasil seni. Sebagai fungsi tak langsung, dan
  2. Pembicaraan sesuatu gejala, memberikan pengantar, lalu menilai baik buruknya suatu prestasi, serta memberikan apresiasi.
Flaccus (1981) memandang kritik sebagai suatu studi rinci dan apresiatif dengan analisis cendekia   atas suatu karya disertai tafsir dengan alasan-alasannya. Sebagai aktivitas evaluasi, kritik seni harus sampai pada pernyataan tentang nilai baik dan buruk, atau bahkan sampai pada peletakan posisinya dibanding dengan karya yang sejenis.
Agak beda dengan pendapat di atas, Jhon Dewey (1934) memandang bahwa kritik seni tidak usah sampai pada keputusan nilai, karena dengan deskripsi yang lengkap dengan pembahasannya, dipandang sudah mencukupi bagi penangkapan makna estetik suatu karya.
Pada dasarnya para pakar kritik tidak keberatan bila kritik dinyatakan sebagai aktivitas analisis kajian secara rinci, untuk memahami kekuatan dan kelemahan suatu karya, dan penarikan tafsir makna bagi pengembangan penghayatan.
Kritik berperan sebagai aktivitas penerjemahan karya untuk peningkatan apresiasi. Dalam konteks ini kritik berperan sebagai jembatan yang menghubungkan antara seniman, karya seni dan penghayat seni. Dengan kritik, penghayat menjadi lebih mendapatkan tuntunan atau pedoman bagi pemahaman karya seni yang secara langsung dapat mengembangkan sensitivitas estetiknya.
Telah disebutkan bahwa kritik bisa juga mengangkat karya seniman yang belum dikenal muncul ke permukaan masyarakat umum. Kritikus dengan ketajaman visi dan imajinasinya mampu melihat nilai yang belum banyak diungkap dan dimunculkan, kemudian mengangkatnya dengan ulasan kritiknya. Bukan hanya seniman saja, tetapi jenis seni tertentupun bisa diungkap dan dimunculkan untuk mendapatkan perhatian masyarakat umum dan membuka kesadaran baru.
D.     Peranan Kritik Seni
Guna meningkatkan mutu karya seni bagi perkembangan kesenian, peranan kritik seni adalah :
  • Pemberitahuan akan adanya suatu penyuguhan karya seni. Hal ini penting karena tidak semua orang begitu saja tahu, bahwa ada pergelaran karya seni (fungsi kurang langsung)
  • Membahas karya yang dipergelarkan untuk disampaikan pada masyarakat, sebagi apresiasi dan mempopulerkan karya seni seorang seniman. Dengan dasar-dasar ini masyarakat akan segera mengetahui misalnya apa yang menimbulkan ide, alasannya apa, dsb.
  • Guna pemikiran seniman yang berkarya dalam hal ini seniman mengetahui sampai dimana hasil karyanya bisa ditangkap orang lain. Karena itulah seniman tidak boleh menutup diri dari kritik seni. Dia harus bersikap terbuka dan menerima kritik walaupun kritik itu pedas sekalipun. Dengan begitu ia dapat mengerti kekurangannya, maupun hal-hal yang perlu dipertahankan. Namun seniman dapat membela diri apabila ia dapa menunjukkan kekeliruan pendapat kritikus.
  • Untuk membangkitkan prestasi seniman agar menciptakan karya yang lebih bermutu.
  • Memperkembangkan dan mempertinggi nilai membanding dari masyarakat terhadap seni (dalam hal ini tentunya melatih sensitifitas masyarakat).
Dari peranan kritik seni kritikus mempunyai peran yang besar dalam pengembangan kesenian. Dalam hal ini karya seni untuk menilai kegunaan, keartistikan dan keindahan karya seni, serta norma-norma yang digunakan seniman dalam usaha untuk mencapai nilai.
Untuk dapat menjadi penghubung antara seniman dan masyarakat, seorang kritikus perlu mengetahui ilmu jiwa pribadi dan ilmu jiwa masa, sehingga dapat menerka hasrat seniman dan pendapat selera masyarakat.
Agar dapat mengarahkan usaha pernyataan seni dari seniman, seorang kritikus perlu mempunyai daya apresiasi, menguasai kriteria evaluasi, mengetahui nilai-nilai artistik dan mengenal norma-norma estetika.
Selanjutnya untuk dapat mengambil keputusan dalam pertimbangan penilaian harus mempunyai pengetahuan yang luas tentang sejarah kesenian/proses seni, sikap dan jiwa terbuka, daya reaksi yang terlatih, gaya bahasa yang baik, dan kepribadian yang baik. Ini semua merupakan syarat sebagai kualitas seorang kritikus seni.
Dengan kepekaan akan pengertian sifat-sifat manusia, dengan memakai bahasa yang jelas dan berdasarkan kebenaran yang nyata, seorang kritikus haruslah mampu menjelaskan, mengurai semua persoalan yang ada kaitannya dengan karya seni, sehingga perkembangan kesenian dapat selaras dengan prinsip-prinsip dan norma-norma artistik / estetik yang bersifat universal.
Sebagai kritikus (seorang) Indonesia, ia wajib mengaitkan kritiknya dengan falsafah Negara (Pandangan Hidup Bangsa).


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Apa yang bisa dibaca dari bentuk kreatif seni semacam itu dalam kaitannya dengan kehadiran kritik seni rupa? Saya kira, ketika cara pandang berkesenian mulai bergeser tidak lagi menganggap proses kreatif sebagai sesuatu yang “adiluhung”, yang given karena “menunggu ilham jatuh dari langit”, “meniru alam”, dan semacamnya, melainkan telah menjadi sistem representasi intelektualitas, sistem penanda habitus, respons kreatif sebagai homo socius (makhluk sosial), dan sebagainya, maka kritik seni juga harus berubah untuk mereposisi keberadaan dirinya. Dengan demikian, tanggung jawab terbesar dari sebuah kritik, saya kira, adalah tetap memberi nilai, dan dalam konteks perubahan seperti ini, haruslah berkewajiban menggeser dan memberi sistem nilai baru untuk menyepadankan dengan progresivitas kreatif seniman/kreator. Toh dalam konteks tertentu, kritikus adalah juga kreator, bukan sekadar menjadi “sang penyaksi” yang bertanggung jawab memberi pengayaan sistem nilai terhadap apresian/pembaca kritik.
Maka ketika membaca kritik seni rupa sekadar berangkat dari baik-buruk, atau menyoal persoalan fisikalitas karya yang dipamerkan di ruang pajang saja, kritik seni menjadi mandul dan relatif gagal memberikan efek re-kreasi (mengkreasi kembali) bagi para apresiannya. Karena sebenarnya hakikat kritik seni bukanlah sekadar memberi informasi, namun juga memprovokasi demi menciptakan nilai-nilai bagi apresian.



Daftar Pustaka
Bangun, C.S. (2001). Kritik Seni Rupa. Bandung: Penerbit ITB.
Gayley,Scoot. (1970). Liaw Yock Fang
McFee, J.K. (1969). Preparation for Art. Belmont California: Wardswortth Publishing Co. Inc.
Lee, B. Y. (tt). Practical aplied Art: Beyond appreciation.(Online). Tersedia: http://www.hanyang.ac,kr/week/2003200303/e1_top.html.
Suroto, P. Dkk. (2005). “Pendidikan Seni Arternatif”. Majalah Gong No. 70/VII/2005: 10).
Marianto, M.D. (2002). Seni Kritik Seni. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia.
http://www.wikipediaindonesia.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar