Tugas
Paper
Mata
Kuliah Kritik Seni
Judul
Pentingnya
Memahami Kritik Seni
Oleh
:
Bayu
Wiyanta N. P
09206241002
( A )
Jurusan
Pendidikan Seni Rupa
Fakultas
Bahasa Dan Seni
Universitas
Negeri Yogyakarta
2012
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
1.1 Latar belakang ilmu kritik
Mengkritik dan di kritik. Dua komponen yang ada ikatan bathin yang begitu kuat.
Keduanya, sama-sama saling merindukan. Subyek kritik membutuhkan obyek sebagai
tumpuan kritis, sementara obyek kritik memerlukan reaksi kritis sebagai sarana
pengembangan kualifikasi.
Terjadinya kritik disebabkan adanya ketidak sesuaian,
penyimpangan ataupun lepasnya batas-batas normatif dalam pandangan obyektif
pelaku kritik. Tentu pandangan masing-masing pelaku kritik didasari dari latar
belakang ilmu pengetahuan dan pengalamannya secara menyeluruh.
Artinya kritik pun bisa bermakna subyektif bisa pula
bermakna obyektif. namun nilai kritik akan sangat bisa di terima, tentunya,
jika sudah melalui seleksi mayoritas atas pandangan yang obyektif.
Situasi kondisi dalam hal ini. Sangat mudah kita saksikan.
Baik itu di wilayah public, maupun dalam wilayah-wilayah yang lebih kecil.
Misalnya lingkungan sekitar. Atau bisa juga dalam sebuah komunitas tertentu.
Prilaku kritik mengkritik sangat mudah di jumpai dimana saja. dalam konteks
sesuai dengan wilayah masing-masing.
Mengkritik sebaiknya di barengi dengan semangat untuk
membenahi. Semangat untuk menciptakan kondisi yang lebih baik daripada
sebelumnya. bukan sebaliknya. Jadi jikapun terjadi sebaliknya, berarti ada yang
konslet dari proses kritik mengkritik itu. Dan disitulah yang musti dibenahi.
Dalam kehidupan sosial secara umum, kritik mengkritik kerap
terjadi. saya yakin dengan menjaga prinsip-prinsip saling menghormati,
realistis dan menggunakan teknik komunikasi yang cerdas, maka kritik akan
menjadi perbuatan yang menyenangkan.
1.2 Kritik dan Seni
Kritik
dan seni merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan, dimana ada seni
khususnya seni rupa, disitu pula pasti ada kritik yang mengekor seni tersebut.
Hal itu bukan lagi menjadi sebuah fenomena atau kejadian yang tidak disengaja,
namun ibaratnya sudah menjadi sebuah keharusan agar seni itu lebih memiliki
arti dan makna, tidak hanya sekedar karya seni yang dipajang atau dinikmati
keindahanya, namun karya seni juga bisa untuk dipelajari secara menyeluruh
apa isi dan makna serta kelebihan dan kekurangan dari karya seni tersebut melalui sebuah kritik.
BAB II
ISI
A. Kritik
Istilah
kritik atau critism (Inggris) berasal dari bahasa Yunani yakni kritikos
yang berhubungan dengan krinein yang berarti memisahkan, mengamati, membandingkan dan menimbang. Di Yunani ada kata krites yang
maksudnya hakim, dengan kata kerja krinein berarti juga menghakimi. Kritikos
berarti juga hakim kesusasteraan. Istilah ini ada semenjak abad ke IV
sebelum kelahiran kristus. Menurut sejarahnya, seorang bernama Pilatus dari
pulau Kos yang pada tahun 305 Sebelum Masehi didatangkan ke
Alexandria untuk menjadi guru raja Ptolomeus II dan dianugerahi julukan penyair
dan kritikos sekaligus (Hardjana, 1981).
Pada
abad pertengahan di Eropa, istilah kritik hanya muncul dalam bidang
kedokteran dengan pengertian yang menyatakan suatu keadaan penyakit yang kritis
atau sangat membahayakan jiwa penderitanya. Selanjutnya pada masa Renaissans
arti kata tersebut kembali kepada pengertian lama dan seorang yang bernama
Poliziano pada tahun 1492 mempergunakan istilah-istilah tersebut untuk
membedakannya dengan filsuf. Pada waktu itu, istilah critikus dan gramaticus
dipergunakan untuk menunjuk orang-orang yang menekuni pustaka sastra lama.
Sementara itu seorang pujangga bernama Erasmus mempergunakan istilah art
critic untuk Al-Kitab sebagai alat atau sarana dalam pelayanan hidup.
Beberapa waktu kemudian di kalangan penganut Humanisme berlaku
pengertian yang terbatas pada penyuntingan dan pembetulan teks-teks kuno.
Pergeseran arti kritik sehingga mencakup pembetulan edisi, pernyataan
pengarang, sensor dan penghakiman berlaku pada sekitar tahun 1600. (Wellek,
1971).
Pada
perkembangan yang lebih kemudian kritik berarti orang yang melakukan kritik dan
juga kegiatan kritiknya. Sementara itu, di Perancis dan Amerika Serikat pada
awal abad XIX berlaku kedua pengertian itu secara luas. Istilah critique
menunjuk pembicaraan tentang seniman tertentu, sedangkan criticism menunjuk
teorinya.
Dalam
bahasa Inggris, istilah Critic diperuntukkan kepada orangnya, yang
bahasa Belandanya Criticus. Arti Criticm (Inggris), kunst
critiek. Menurut Poerwadarminta, kritik berarti kemelut; keadaan
genting. Kritik berarti kecaman, celaan, gugatan. Sedangkan menurut Seodjipto
(1991), arti kata kritik adalah suatu cara atau metoda untuk membahas,
menimbang, mengamati, membandingkan, memilah-milah (menyeleksi), mengulas,
mengurai, menafsir, meninjau, komentar, menelaah, menilai, mengevaluasi dan
mengkaji.
Lebih
lanjut W.H. Hudson mengatakan bahwa istilah kritik dalam arti yang tajam
adalah penghakiman (judgesment). Kritikus pertama kali dipandang sebagai
seorang ahli yang memiliki kepandaian khusus dan mengalami pendidikan untuk
menelaah suatu karya. Memeriksa kebaikan dan cacat, lalu mengatakan pendapat
itu. Selanjutnya Hudson mengatakan adanya kritikan yang mengutamakan memuji dan
mencari kebaikan dan ada yang mengutamakan mencari cacat melulu.
Menurut
Gayley dan Scoot dalam Liaw Yock Fang (1970), kritik
adalah: mencari kesalahan (faul-finding), memuji (to praise),
menilai (to judge), membandingkan (to compare), dan menikmati (to
appreciate).
Di Indonesia, kritik digunakan pula dengan istilah lain,
seperti ulasan, wawasan, sorotan, dsb. Dalam kamus Poerwadarminta, kritik
berarti kemelut, keadaan genting. Kritikus adalah ahli menimbang baik buruknya
kesenian.
Sudarmadji menulis dalam diktatnya, kritik adalah komentar.
Biasanya normatif terhadap suatu prestasi dengan tujuna apresiatif, sebagian
ahli dalam memberikan pengertian, bahwa istilah kritik ada kecenderungan
penunjukkan hal yang negatif terhadap karya seni.
B. Penggolongan Kritik Seni
Pada
garis besarnya kritik seni di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga :
- Golongan
yang cenderung memberikan penilaian mengungkapkan hal yang negatif saja.
Segi negatif inilah yang dipersoalkan untuk dibahas dan dipecahkan.
- Golongan
yang cenderung mempersoalkan hal-hal yang baik saja.
- Golongan
yang memberikan penilaian dari dua sudut. Dari segi negatif dan
positifnya.
Dari ketiga golongan diatas, kita cenderung pada golongan
yang ketiga, sebab golongan ini memberikan dua segi. Tidak segi negatifnya saja
atau segi positifnya saja. Penilaiannya dapat dijadikan bahan pemikiran.
C.
Fungsi Kritik Seni
Dilihat
dari segi fungsinya, kritikus dapat berfungsi tiga, yaitu:
- Kritikus
menjadi jembatan komunikasi antara seniman yang selalu dituntut
kreativitasnya dan pengamat yang sering mengalami hambatan dalam
mengapresiasi kebaruan dan keorisinalan karya seniman sehingga si pengamat
mendapat pertolongan dalam mengamati suatu hasil karya seni.
- Kritikus
menjadi alat ukur prestasi seniman. Kritikus sebagai pengamat seni yang
jeli, kritikus dengan cara yang lebih obyektif memberi tanggapan positif
atau pun negatif suatu karya seni, sebab setiap orang tidak akan terhindar
dari subyektivitasnya jika ia harus menilai hasil karyanya sendiri.
- Sebagai
kritikus, ia adalah pengapresiasi yang berkadar kemampuan lebih tinggi
dari kebanyakan pengamat lainnya.
Menurut
Sudarmaji (1970) melihat kritik memiliki dua fungsi, yakni:
- Sebagai
pemberitahuan bahwa ada penyuguhan hasil seni. Sebagai fungsi tak
langsung, dan
- Pembicaraan
sesuatu gejala, memberikan pengantar, lalu menilai baik buruknya suatu
prestasi, serta memberikan apresiasi.
Flaccus (1981) memandang
kritik sebagai suatu studi rinci dan apresiatif dengan analisis cendekia
atas suatu karya disertai tafsir dengan alasan-alasannya. Sebagai aktivitas
evaluasi, kritik seni harus sampai pada pernyataan tentang nilai baik dan
buruk, atau bahkan sampai pada peletakan posisinya dibanding dengan karya yang
sejenis.
Agak
beda dengan pendapat di atas, Jhon Dewey (1934) memandang bahwa kritik
seni tidak usah sampai pada keputusan nilai, karena dengan deskripsi yang lengkap
dengan pembahasannya, dipandang sudah mencukupi bagi penangkapan makna estetik
suatu karya.
Pada
dasarnya para pakar kritik tidak keberatan bila kritik dinyatakan sebagai
aktivitas analisis kajian secara rinci, untuk memahami kekuatan dan kelemahan suatu
karya, dan penarikan tafsir makna bagi pengembangan penghayatan.
Kritik
berperan sebagai aktivitas penerjemahan karya untuk peningkatan apresiasi.
Dalam konteks ini kritik berperan sebagai jembatan yang menghubungkan antara
seniman, karya seni dan penghayat seni. Dengan kritik, penghayat menjadi lebih
mendapatkan tuntunan atau pedoman bagi pemahaman karya seni yang secara
langsung dapat mengembangkan sensitivitas estetiknya.
Telah
disebutkan bahwa kritik bisa juga mengangkat karya seniman yang belum dikenal
muncul ke permukaan masyarakat umum. Kritikus dengan ketajaman visi dan
imajinasinya mampu melihat nilai yang belum banyak diungkap dan dimunculkan,
kemudian mengangkatnya dengan ulasan kritiknya. Bukan hanya seniman saja,
tetapi jenis seni tertentupun bisa diungkap dan dimunculkan untuk mendapatkan
perhatian masyarakat umum dan membuka kesadaran baru.
D. Peranan Kritik Seni
Guna
meningkatkan mutu karya seni bagi perkembangan kesenian, peranan kritik seni
adalah :
- Pemberitahuan
akan adanya suatu penyuguhan karya seni. Hal ini penting karena tidak
semua orang begitu saja tahu, bahwa ada pergelaran karya seni (fungsi
kurang langsung)
- Membahas
karya yang dipergelarkan untuk disampaikan pada masyarakat, sebagi
apresiasi dan mempopulerkan karya seni seorang seniman. Dengan dasar-dasar
ini masyarakat akan segera mengetahui misalnya apa yang menimbulkan ide,
alasannya apa, dsb.
- Guna
pemikiran seniman yang berkarya dalam hal ini seniman mengetahui sampai
dimana hasil karyanya bisa ditangkap orang lain. Karena itulah seniman
tidak boleh menutup diri dari kritik seni. Dia harus bersikap terbuka dan
menerima kritik walaupun kritik itu pedas sekalipun. Dengan begitu ia
dapat mengerti kekurangannya, maupun hal-hal yang perlu dipertahankan.
Namun seniman dapat membela diri apabila ia dapa menunjukkan kekeliruan
pendapat kritikus.
- Untuk
membangkitkan prestasi seniman agar menciptakan karya yang lebih bermutu.
- Memperkembangkan
dan mempertinggi nilai membanding dari masyarakat terhadap seni (dalam hal
ini tentunya melatih sensitifitas masyarakat).
Dari peranan kritik seni kritikus mempunyai peran yang besar
dalam pengembangan kesenian. Dalam hal ini karya seni untuk menilai kegunaan,
keartistikan dan keindahan karya seni, serta norma-norma yang digunakan seniman
dalam usaha untuk mencapai nilai.
Untuk dapat menjadi penghubung antara seniman dan
masyarakat, seorang kritikus perlu mengetahui ilmu jiwa pribadi dan ilmu jiwa
masa, sehingga dapat menerka hasrat seniman dan pendapat selera masyarakat.
Agar dapat mengarahkan usaha pernyataan seni dari seniman,
seorang kritikus perlu mempunyai daya apresiasi, menguasai kriteria evaluasi,
mengetahui nilai-nilai artistik dan mengenal norma-norma estetika.
Selanjutnya untuk dapat mengambil keputusan dalam pertimbangan
penilaian harus mempunyai pengetahuan yang luas tentang sejarah kesenian/proses
seni, sikap dan jiwa terbuka, daya reaksi yang terlatih, gaya bahasa yang baik,
dan kepribadian yang baik. Ini semua merupakan syarat sebagai kualitas seorang
kritikus seni.
Dengan kepekaan akan pengertian sifat-sifat manusia, dengan
memakai bahasa yang jelas dan berdasarkan kebenaran yang nyata, seorang
kritikus haruslah mampu menjelaskan, mengurai semua persoalan yang ada
kaitannya dengan karya seni, sehingga perkembangan kesenian dapat selaras
dengan prinsip-prinsip dan norma-norma artistik / estetik yang bersifat
universal.
Sebagai kritikus (seorang) Indonesia, ia wajib mengaitkan
kritiknya dengan falsafah Negara (Pandangan Hidup Bangsa).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Apa yang bisa dibaca dari bentuk kreatif
seni semacam itu dalam kaitannya dengan kehadiran kritik seni rupa? Saya kira,
ketika cara pandang berkesenian mulai bergeser tidak lagi menganggap proses
kreatif sebagai sesuatu yang “adiluhung”, yang given karena “menunggu
ilham jatuh dari langit”, “meniru alam”, dan semacamnya, melainkan telah
menjadi sistem representasi intelektualitas, sistem penanda habitus, respons
kreatif sebagai homo socius (makhluk sosial), dan sebagainya, maka
kritik seni juga harus berubah untuk mereposisi keberadaan dirinya. Dengan
demikian, tanggung jawab terbesar dari sebuah kritik, saya kira, adalah tetap
memberi nilai, dan dalam konteks perubahan seperti ini, haruslah berkewajiban
menggeser dan memberi sistem nilai baru untuk menyepadankan dengan
progresivitas kreatif seniman/kreator. Toh dalam konteks tertentu, kritikus
adalah juga kreator, bukan sekadar menjadi “sang penyaksi” yang bertanggung
jawab memberi pengayaan sistem nilai terhadap apresian/pembaca kritik.
Maka ketika membaca kritik seni rupa
sekadar berangkat dari baik-buruk, atau menyoal persoalan fisikalitas karya
yang dipamerkan di ruang pajang saja, kritik seni menjadi mandul dan relatif
gagal memberikan efek re-kreasi (mengkreasi kembali) bagi para apresiannya. Karena
sebenarnya hakikat kritik seni bukanlah sekadar memberi informasi, namun juga
memprovokasi demi menciptakan nilai-nilai bagi apresian.
Daftar
Pustaka
Bangun, C.S. (2001). Kritik Seni Rupa. Bandung:
Penerbit ITB.
Gayley,Scoot.
(1970). Liaw Yock Fang
McFee, J.K. (1969). Preparation
for Art. Belmont California: Wardswortth Publishing Co. Inc.
Lee, B. Y. (tt). Practical aplied Art: Beyond appreciation.(Online).
Tersedia: http://www.hanyang.ac,kr/week/2003200303/e1_top.html.
Suroto, P. Dkk. (2005). “Pendidikan Seni Arternatif”. Majalah
Gong No. 70/VII/2005: 10).
Marianto, M.D. (2002). Seni Kritik Seni. Yogyakarta:
Lembaga Penelitian Institut Seni Indonesia.
http://www.wikipediaindonesia.co.id